RED SUN BAB 2 - LORONG
RED SUN BAB 2 - LORONG
"Lu mau rebut cowok orang?!" nada tinggi Viona rupanya cukup mengagetkan perempuan cantik bermata sipit itu. Matanya sembab, membuat seakan kedatangan Kesya dan Viona lah penyebab tangisan polosnya.
Perempuan itupun pergi setelah Rendy memberi isyarat. Sementara Viona dan Kesya masih menatap Rendy tak percaya. Rendy hanya menatap kekasihnya sebentar dan pergi beralasan "Aku tanding dulu, ya."
"Rendy gak mungkin selingkKesya?" tanya Viona menghancurkan lamunan Kesya. 'Apakah Rendy akan selingkuh? Atau sudah selingkuh? Atau selama ini dia selingkuh? Tidak mungkin!' ucap Kesya dalam hati.
Bagi Kesya, cowok perfect seperti Rendy mustahil mengkhianatinya. Mereka tak pernah ada masalah. Rendy selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Memperhatikannya dengan detail, memberi perhatian, bahkan Rendy tak pernah lupa untuk memberi kabar padanya walau hanya sekedar nongkrong bersama teman. Bukan hanya itu, Rendy pun selalu terlihat bahagia ketika bersamanya.
"Gak, gak mungkin. Dia pasti punya alasan." itulah kata-kata yang Kesya ucapkan sambil berlalu bersama Viona.
Kesya sangat percaya pada Rendy, sangat percaya. Hampir satu tahun mereka memiliki hubungan spesial, selalu Rendy memperlakukan Kesya layaknya seorang ratu. Namun, ini pertama kalinya bagi seorang Kesya melihat Rendy memeluk perempuan lain.
Kesya tidak bisa berhenti memikirkannya. Meski percaya, tetap saja hati Kesya bertanya-tanya. Siapa perempuan itu? Apa hubungan Rendy dengannya? Sejak kapan mereka saling mengenal? Mengapa harus Rendy? Mengapa harus perempuan itu? Apakah menurut Rendy perempuan itu lebih cantik darinya?
Semua pertanyaan itu terus membebani Kesya selama pertandingan. Semakin dia melihat Rendy bermain. Semakin pertanyaan itu menghantuinya. 'Haruskah aku pergi? Tidak! Aku tetap ingin menatapnya.' Kesya menetap di tempat duduknya dengan menatap Rendy hingga pertandingan usai, dan Rendy pun pergi.
'Mau kemana Kes?" tanya Viona tepat saat Kesya akan pergi meninggalkannya.
"Mau ke Rendy." ucap Kesya singkat tanpa mempedulikan Viona. Dipikiran Kesya saat ini hanya ingin bertemu Rendy. Dia harus mengutarakan semua pertanyaan ini segera, hanya berdua.
'Biasanya aku pun begini. Namun dengan situasi hati yang berbeda tentunya. Lari-lari kecilku terasa berbeda. Detak jantungku terasa berbeda. Debaranku, hembus nafasku, semuanya terasa berbeda dari biasanya.'
"Rendy ada? Tanya Kesya segera ketika melihat Rio yang baru saja keluar dari markas tim basket sekolahnya.
" Udah keluar tadi, buru-buru."
"Sama cewek?"
"Sama anak-anak yang lain juga."
"Kok lu gak ikut?"
"Kagak diajak." ucap datar Rio dengan ekspresi bosan diwajahnya.
"Emang ada urusan apa?"
"Tanya sendirilah, gue kan bukan pacarnya." Kesya lantas pergi setelah beberapa detik terdiam mencerna kalimat terakhir yang Rio ucapkan. "Aku kan pacarnya." ucapnya yang mulai menyadari statusnya, sebagai seorang pacar yang tidak tahu dimana dan kemana pacarnya saat ini.
'Tenang Kesya! Kamu dan Rendy saling mencintai. Perempuan tadi pasti yang meluk Rendy. Rendy pasti dalam kondisi yang tidak bisa untuk menolak.' hanya itu cara Kesya menyemangati diri selama beberapa jam pelajaran.
'Entah dimana Rendy sekarang, apakah sudah kembali ke kelasnya? Jika tidak, lalu bagaimana nanti aku pulang?' lanjutnya. Dia bisa saja menumpang pada Anas atau memesan ojek online. Tapi rasa penasarannya terus membuat Kesya tidak bisa fokus pada hal lainnya.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, satu persatu murid keluar meninggalkan kelas. Anastasya pun berdiri meninggalkan mejanya. Namun langkahnya terhenti melihat sahabatnya masih duduk melamun melihat kearah pintu dari tempat duduknya.
"Rendy kayaknya gak datang deh, gimana kalau elu bareng gue aja Kes?" tanya Anas yang mulai mengerti keadaan. Kesya pun mengangguk dan berdiri menerima ajakan Anas setelah sempat berfikir sejenak.
Mereka pun beranjak untuk keluar dari kelas. Namun langkah Anas terhenti menyadari sahabatnya sudah tak berada disampingnya. Dia pun menengok ke belakang dan menemui sahabatnya yang mematung tepat di depan pintu kelas mereka.
"Yuk!" ajak Anas setelah beberapa saat menatap Kesya.
"Aku, nunggu Rendy aja deh kayaknya. Kamu duluan aja Nas." jawab Kesya dengan sedikit ragu.
"Kalau dia gak datang? Apa kita tunggu diluar aja kali ya?"
"Gak, gak usah. Kamu duluan aja. Kalau Rendy gak datang, nanti aku naik ojek online." ucap Kesya mencoba meyakinkan Anas.
Anas pun pergi perlahan meninggalkan Kesya, dia berjalan menelusuri lorong-lorong kelas yang telah ditinggalkan para penimba ilmu lainnya. Tepat di pertigaan lorong dia berbalik badan kearah Kesya. Dilihatnya raut wajah sahabatnya yang mencoba tersenyum meyakinkannya.
"Apa gue tunggu di mobil aja kali ya?" ucap nya membelakangi Kesya di kejauhan. Baru saja dia melanjutkan langkah memasuki lorong disebelahnya, sesosok laki bermata dalam berhasil mengagetkannya.
Anas menatap laki-laki itu dengan penuh tanya di dalam hatinya. Sejak kapan laki-laki itu berada di sana? Mengapa dia terus berdiri menatapnya? Apakah dia akan berkata sesuatu? Atau melakukan sesuatu?
Anas pun kembali berjalan mengabaikan laki-laki itu. Namun lelaki itu memegang pergelangan tangan Anas yang halus dan putih, membuat langkahnya tertahan. Disaat yang bersamaan, seseorang pun memegang pergelangan tangan Kesya.
"Makasih ya udah nungguin aku, kita ngobrol diluar yuk! Disini terlalu sepi." Kesya pun menerima ajakkan Rendy yang masih sembari menggenggam lembut tangannya. Mereka menyelusuri lorong-lorong kelas menuju taman belakang kelas.
Mereka pun berbicara serius, terlihat ekspresi marah Kesya yang sedari tadi mencoba untuk percaya pada hubungan mereka. Sedangkan Rendy, mencoba menjelaskan dengan hati-hati. Tak butuh waktu lama, pembicaraan mereka pun mulai mencair ditandai dengan senyum manis Kesya untuk Rendy.
Pembicaraan serius Rendy dan Kesya berubah menjadi canda dengan cepat. Melebihi kecepatan berlari seorang wanita ditengah lorong-lorong lantai atas sekolah mereka. Perempuan itu berlari sekuat tenaga. Suara langkah-langkah kakinya yang kecil terdengar berat.
Setelah beberapa saat berlari, dia pun membuka pintu sebuah ruangan dengan nafas terengah. Tubuhnya masuk kedalam ruangan yang memang dia kenal. Seolah tak ada waktu, segera dia menutup dan menahan pintu dengan tubuhnya.
Suara canda dari bawah jendela yang menghadap ke keluar gedung terdengar jelas. Beriringan dengan suara dan dorongan dari balik pintu yang ditahan perempuan berkulit putih itu. Sekuat apapun perempuan itu menahan, tenaga dari balik pintu yang dia tahan tentu bukan tandingannya. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan adalah meminta tolong pada sumber suara di bawah jendela.
Perempuan itu pun berlari dengan sisa tenaganya. Berlari menuju bibir jendela.
"To!" suara yang memecahkan kemesraan Rendy dan Kesya.
"Kamu denger suara gak?" tanya Kesya penasaran.
"Suara apa?" jawab Rendy singkat. Kesya pun hanya terdiam. Dia yakin mendengar sesuatu dari balik jendela yang berada tepat di atas posisi dia dan Rendy berdiri.
"Kamu salah dengar kali. Aku antar pulang sekarang ya?" lanjut Rendy sambil menarik tangan Kesya. Meski masih penasaran, Kesya pun hanya bisa terus mengikuti Rendy tanpa mencari tahu asal suara tersebut.